|
Diana Fitri Aryaningsih |
"MEMBANGUN MIMPI DI NEGERI JIRAN"
Karya : Diana Fitri Aryaningsih (Manajemen)
(Juara Pertama Lomba Artikel UT Pokjar Johor)
Penyunting : Endri Mardiansyah
Nama saya Diana Fitri Aryaningsih. Anak bungsu dari 4 bersaudara. Saya berasal dari keluarga yang sederhana dan memiliki mimpi yang sederhana. “Membahagiakan orang tua”.
Setelah lulus SMK saya putuskan untuk bekerja. Sempat terpikir, andai saja bisa meneruskan sekolah sambil kerja. Karena tidak mungkin membebankan keluarga atau pun minta sokongan kakak yang telah berkeluarga. Mimpi ini masih menjadi angan-angan yang tak berujung. Dari bekerja di Pabrik hingga pelayan sebuah Supermarket tak jua menambah pundi tabungan. Tawaran beasiswa LP3I sewaktu SMK pun tidak saya ambil disebabkan rasa segan jika harus memaksakan pendapatan orang tua kala itu.
Bulan Januari adalah akhir kontrak saya bekerja di Supermarket. Namun jauh-jauh hari saya mendaftarkan diri bekerja di Malaysia pada kantor Agents pemberangkatan TKI. Hanya berrmodalkan cerita teman-teman yang merantau jadilah saya bulatkan tekad untuk mengadu nasib di Negeri Jiran. Orang tua sepenuhnya menyetujui dan berharap anaknya dapat menata masa depan lebih baik.
Tepat di pertengahan bulan April, saya bekerja pada sebuah perusahaan Yamauchi Malaysia Sdn. Bhd. Saat itu juga saya mulai melakoni kehidupan sebagai anak rantau. Kehidupan sosial disini amatlah jauh berbeda jika dibandingkan di Negara sendiri. Pekerja disini tidak hanya dari warga Indonesia saja, pekerja Nepal, Bangladesh, Myanmar, Vietnam menduduki ketenagakerjaan Malaysia. Tidak sedikit TKI terjerumus pada pergaulan bebas, maupun penyakit social lainya seperti Lesbian. Sungguh ironis, niat awal mencari rejeki demi keluarga di kampung malah terjun pada stigma yang salah.
Suatu hari ketika sedang bercakap-cakap dengan teman , salah satu diantara kami menyinggung pasal Universitas Terbuka di Johor Bahru, saat itu saya benar-benar tidak tahu menahu tentang adanya Universitas Terbuka Indonesia di Malaysia. Dibeberkanya bahwa penerimaan mahasiswa baru gelombang pertama di bulan Mei baru di mulai, gelombang kedua pada 21 Juni 2015. Sekedar mengobati rasa penasaran, saya dan rekan saya coba mengunjungi tempat tujuan akhir minggu ini. Hari yang ditunggu pun tiba. Beralamatkan di Jalan Taat no 46 Johor Bahru. Kami bertolak dari senai menuju Johor Bahru dengan menggunakan bas dan dilanjutkan mengenakan taxi. Kami cukup membayar RM10 untuk dua orang satu taxi. Setiba di depan gerbang Konsulat Jenderal RI Johor Bharu , kami bertanya pada diri sendiri “benarkah ini tempatnya” tidak nampak kegiatan apa-apa didalam halaman KJRI Johor Bahru. Setelah melalui izin satpam, kami diperbolehkan masuk. Seorang yang mengenakan batik menghampiri kami, namanya bang Rusli, merupakan Ketua DPM UT Pokjar Johor periode 2015 . Ia menanyakan maksud kedatangan kami, tanpa ragu saya mengutarakan jika ingin mengetahui lebih jelas mengenai Universitas Terbuka di sini. Dan ia mempersilahkan kami masuk terlebih dahulu. Walhasil keterangan mengenai penerimaan mahasiswa baru benar adanya, selebihnya ia menerangkan beberapa jurusan yang ada antaranya Manajemen, Komunikasi, Administrasi Negara dan Sastra Inggris. Sedikit ulasan system belajar, anggaran yang musti dikeluarkan tiap persemester dan beberapa data yang perlu dilampirkan sebagai persyaratan registrasi mahasiswa baru. Ternyata biaya per SKS tidaklah semahal yang saya kira, kurang lebih RM300. Secercah sinar menelusup dibilik impian saya.
Setelah merasa cukup dengan informasi yang kami peroleh. Kami pamit untuk pulang. Disepanjang perjalanan kami membahas keinginan masuk Universitas Terbuka Pokjar Johor di bulan Juni, kami sepakat untuk datang mendaftar di gelombang ke2.
Rasa bahagia rupanya dibarengi dengan realita muram. Tanpa saya sadari beberapa orang menganggap kalau meneruskan pendidikan di Malaysia hanya menghabiskan uang, karena sebagai pekerja kilang yang dituntut 12 jam bekerja bukan hal yang mudah membagi waktunya untuk belajar. Belum lagi dengan system online membuat mahasiswa musti belajar secara mandiri, tidak mendapatkan ajaran secara langsung dari dosen. Tingkat kelulusan belum dapat dipastikan. Hilang uang, habis waktu, menguras tenaga. Sungguh membuat saya goyah, beruntung sekali saya memiliki kawan yang kerap kali memotivasi agar tidak menyurutkan niat kami semula. Untuk menghindari kontra sosial tersebuat saya urungkan untuk tidak mengabarkan informasi dan hasrat saya meneruskan belajar di UT pada teman-teman perantauan. Pasti lambat laun mereka dapat mengerti bahwa kita bisa melakukan lebih untuk generasi ini. Banyak contoh baik yang mampu kita salurkan sebagai upaya menghilangkan cap buruk pekerja Indonesia di Malaysia.
Tidak patah arang, segala cara saya upayakan demi mimpi pernah tertunda. Senantiasa berprasangka baik bahwa Allah memudahkan hamba-Nya dalam menimba ilmu. Kendala pertama terlampaui, muncul masalah lainya. Lembar foto copy ijazah tidak saya pegang, alhasil musti memberitahu orang rumah untuk mengirimkan berkas yang saya perlukan. Keika itu orang tua saya agak ragu dengan keputusan meneruskan belajar di UT. Bukan tidak mungkin bila saja saya merasa terbebani dengan dua aktivitas sekaligus. Tetap saya yakinkan kepada keluarga. Dan mereka membolehkan selama semua biaya saya tanggung sendiri dari hasil bekerja.
Hari demi hari terlewati, tetapi berkas belum kunjung sampai menjelang hari yang di tentukan. Hampir menyerah, tiba-tiba bang Endri menanyakan prihal ketersediakan berkas saya. Endri Mardiansyah yang biasa di sapa Bang Endri ialah Wakil Ketua DPM di Universitas Terbuka Pokjar Johor. Ia yang memperkenalkan dan membantu saya untuk masuk ke UT. Dengan nada mengeluh saya beritahukan jika belum sampai. Lagi-lagi Allah beri saya kemudahan. Bang Endri beri keluangan waktu 1 hari. Bernafas lega sejenak seraya menanti keajaiban akan datang kepada saya. Keesokan hari berkas telah mendarat ke perindu 3. Saya lampirkan dengan segera kepada bang Endri yang kebetulan memang satu kilang Yamauchi.
Dahulu saya menganggap orang yang kurang mampu bisa sukses tidak harus bergelar sarjana asalkan mampu menggali kemampuan diri melalui membaca buku, belajar dari dunia kerja dan kehidupan. Tetapi adanya fasilitas Pemerintah yaitu Universitas Terbuka alternative lain yang sanggup dirasakan Warga Negara Indonesia. Jembatan bagi pemuda pemudi yang kurang beruntung agar memperoleh pemerataan pendidikan tanpa memandang latar belakang sosial, umur dan domisili. Saya selalu ingat dengan kata-kata ini
“jika ingin bahagia di dunia maka dengan ilmu. Jikaingin bahagia di akherat maka dengan ilmu”.
Kalimat itu memacu saya untuk berusaha menuntut pendidikan dimana pun dan kapan pun.
Diawal bulan Agustus, saya resmi menjadi Mahasiswa UT Pokjar Johor ditandai dengan pembagian jas almamater dan uniform. Manajemen adalah jurusan yang saya ambil. Mahasiswanya kebanyakan bekerja dari kilang-kilang di wilayah Johor. Selebihnya pekerja bangunan, asisten rumah tangga maupun pelayan kedai. Saya salut dengan mahasiswa yang belajar di UT Pokjar Johor. Batas usia yang nampak kontras tidak menyurutkan mereka untuk menggali ilmu bersama sebagai TKI Malaysia. Kegigihan para pengurus UT Pokjar Johor patut diacungi jempol, pasalnya waktu, tenaga dan pikiran mereka sumbangkan untuk memperkenalkan Universitas Terbuka pada pahlawan devisa di Malaysia.
Cerita ini tak semulus yang saya perkirakan, meluangkan waktu sejenak untuk membaca materi dan kesempatan mengerjakan tugas adalah kelonggaran yang tidak selalu saya miliki. kepenatan seusai OT (lembur) malam dan paginya berangkat pagi sangat menguras tenaga dan pikiran. Menjadi salah satu hambatan dalam belajar karena sudah terlalu capek menangkap materi. Kesulitan itu rupanya dirasakan mahasiswa lain. Peran serta pengurus UT Pokjar Johor dengan tanggap menyediakan diskusi untuk membahas tentang masalah Tuton yang diadakan setiap hari minggu.
Pada awal semester untuk mengakses materi, saya hanya bermodal ponsel android tidak semua aktivitas tuton melalui ponsel. Ada tugas dua minggu sekali yang mengharuskan menggunakan komputer. Pengalaman ini saya alami, sepulang shift malam istirahat sejenak selanjutnya menuju warnet di daerah Senai padahal dihari yang sama malam nya berangkat OT. Tugas yang menumpuk siap diketik untuk disetorkan, tanpa terasa waktu begitu melarutkan saya pada pukul 5 petang. Perasaan was-was menghinggapi manakala taxi pada jam-jam sore sepi penumpang. Tidak ada jalan lain selain membayar ongkos lebih kepada supir taxi untuk mengantarkan saya kembali ke perindu. Kembali kerutinitas semula sebagai pekerja di Yamauchi
Banyak segi positif yang saya peroleh sebagai mahasiswa UT. Workshop Travel Writing bersama Gol A Gong adalah kegiatan yang pernah saya hadir pada 6 September 2015. Bisa bertatap muka dan mendengar kisah penulis Balada Si Boy secara langsung merupakan pengalaman yang sangat berkesan. Acara yang diselenggaran di Aula Konsulat Jendral RI Johor Bahru tersebut mnginspirasi saya bahwa menjadi penulis tidak hanya terpaku di depan computer.
Antusias pernah hadir dari bang Endri agar saya memposting artikel maupun karangan pada blog Redaksi UT melalui blognya. Wadah para penulis pemula berkarya dalam organisasi yang UT Pokjar Johor kelolah. Berlanjut dikegiatan lain yakni kumpul bersama Mahasiswa/i UT Johor di Hutan Bandar dan Kompetisi Dance dalam rangka menyambut Hari Sumpah Pemuda ke-87. Tanpa dinyana saya diperkenalkan oleh bang Depri Mahasiswa UT semester akhir kepada Mba Fitri (Mahasiswi UT) untuk turut serta meramaikan perayaan tersebut mewakili UT. Meski ragu akhirnya saya sambut tawaranya dengan senang hati. Tiap dua minggu sekali kami bertemu untuk latihan dirumah Mba Fitri. Ia begitu sabar dan telaten mengajari gerakan tari. Kerja keras saya dan Mba Fitri belum membuahkan hasil yang manis pada kontes dance itu. Akan tetapi saya merasa puas melihat partisipasi dan semangat anak-anak UT atas kelancaran acara hingga usai. Kali keduanya saya merasa bangga menjadi bagian dari Mahasiswa. Berkontribusi dalam kegiatan yang diadakan oleh pihak UT maupun Konsulat Jenderal RI. Ini hanya sebagian pengalaman berharga yang saya punya selama bekerja di Malaysia.
Jalan saya masih panjang. Ada keluarga yang harus saya bahagiakan, dan sapa hangat mimpi yang mendekap asa saya. Esok saya akan kembali bersama ilmu yang saya dapatkan disini. Membangun mimpi anak-anak pribumi.
Dari Malaysia untuk Indonesia……..